BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami penurunan.
Akibatnya, rentan terserang berbagai penyakit. Bahkan infeksi ringan ,
terkadang sulit untuk dihindari. Padahal, selama kehamilan seorang calon ibu
dituntut untuk menjaga stamina agar tetap prima.
Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh
terhadap janin, namun ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes
dan virus varisella Penyakit ini termasuk TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, herpes simpleks) dan varisella zoster . Kelima penyakit
ini dapat mengakibatkan kerusakaan janin.Seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai
terhadap serangan virus herpes dan virus varisella zoster, sebab infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual ini, bila mengenai janin akan
mengakibatkan kematian.
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah,
seorang Dokter akan memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus
herpes, melahirkan secara caesar. Persalinan caesar memungkinkan bayi tidak
perlu melewati saluran persalinan yang menjadi persemaian berbagai virus.
Penyakit herpes muncul dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada
permukaan kulit, disertai rasa sakit. Berdasarkan bagian tubuh yang diserang,
dapat dibedakan sebagai herpes genitalis, herpes gestationis, herpes simpleks
dan herpes zoster.
Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap
penyakit chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya.
Bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi
komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi
terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama kehamilan)
yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang
prevalensi ibu hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih
rendah (sekitar 2 dari 100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan
penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko
kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan
memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4% – 2%.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan?
2. Apa pengertian dari setiap penyakit tersebut?
3. Apa penyebab dari setiap penyakit tersebut?
4. Bagaimana tanda dan
gejala dari setiap
penyakit tersebut?
5. Bagaimana pencegahan dari setiap penyakit tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2. Untuk mengetahui
penyebab dari setiap
penyakit tersebut
3. Untuk memahami tanda
dan gejala dari setiap
penyakit tersebut
4. Untuk mengetahui cara
pencegahan terjadinya dari setiap penyakit tersebut
D. Manfaat
Manfaat
yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1)
Untuk memberikan gambaran tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2)
Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan.
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit
Yang Menyertai Kehamilan Dan Persalinan
A. Penyakit Herpes pada Kehamilan
Herpes berasal dari bahasa yunani yang
artinya merayap. Penyakit herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV).
Virus ini memiliki karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil
dengan cara merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut
sampai di kumpulan saraf.
Herpes masuk dalam kelompok penyakit TORCH. TORCH merupakan sebutan atau
akronim dari kelompok penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada
perkembangan janin, terdiri dari:
1.
Toxoplasmosis
2. Other
(seperti syphilis, varicella, mumps, parvovirus dan HIV)
3. Rubella
4.
Cytomegalovirus
5. Herpes
simpleks
1.
Tipe Herpes
Simplex dan Penularannya
Pada pengkajian lebih lanjut,
sebagaimana dilansir NYTimes.com, penyakit herpes dibagi menjadi dua
tipe yakni Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simplex Tipe 2 (HSV-2).
HSV-1 menyerang mulut dan bibir,
berupa cold sore yakni semacam lepuhan-lepuhan kecil yang kadang nampak
seperti jerawat dengan warna kemerahan. Herpes tipe ini bisa ditularkan dari
organ genital ke mulut melalui hubungan seks oral (lewat mulut).
HSV-2 menyerang organ genital.
Penularannya juga terjadi terjadi lewat kontak kulit antar organ genital maupun
dari organ genital ke mulut melalui seks oral. Penularan ini karena dalam seks
oral maupun intercourse (memasukkan Mr. P ke Mrs. V) terjadi
pertukaran cairan.
Jika seseorang terinfeksi virus
herpes, akan dengan mudah menularkan penyakit ini ke siapapun yang menjalin
kontak dengannya.
2. Penyakit
herpes genitalis
Gejala herpes berbeda antara satu penderita dengan
yang lainnya. Pasalnya, penyakit ini tidak selalu terekspresi, dalam artian
adakalanya virus aktif adakalanya tidak. Seseorang yang pernah terinfeksi
umumnya tubuh akan selamanya menyimpan virus ini dan sewaktu-waktu bisa saja
kambuh.
Gejala
herpes genitalis sebagaimana dilansir mayoclinic.com:
1). Gejala herpes genital pada pria akan muncul gelembung kecil sepertu
bisul yang kemudian pecah lalu menjadi koreng. Luka tersebut muncul di organ
genital dan sekitarnya seperti penis, skortum, paha, anus, pantat, kandung
kemih, hingga saluran kencing.
2) Gejala herpes genital pada wanita akan muncul bentuk luka sama seperti
pada pria. Pada wanita juga menyerang organ genital dan sekitarnya seperti
vagina, pantat, paha, anus, hingga leher rahim.
3.
Pengaruh virus herpes pada kehamilan dan cara aman
melahirkan
Ibu hamil yang terinfeksi virus herpes pada minggu-minggu awal bisa
mengalami keguguran. Pun misalkan tidak sampai terjadi keguguran dan bayi bisa
diselamatkan, umumnya tetap berbahaya bagi janin karena infeksi virus herpes
dapat menyebabkan cacat sistem syaraf dan penglihatan.
Jika ibu terinfeksi HSV-2 di bulan-bulan akhir kehamilan, meski janin
diketahui sehat, baiknya hindari melahirkan secara normal. Â Sebagaimana
dijelaskan bahwa HSV-2 menyerang organ genital. Saat bayi lahir secara normal,
kulit bayi bersinggungan dengan kulit vagina ibu sehingga beresiko tertular
herpes.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melahirkan dengan operasi sesar
sehingga bayi tidak perlu bersentuhan dengan organ genital ibu yang sudah
terinfeksi.
Cara ini sudah umum dilakukan di negara-negara maju. Jadi jika terlanjur
terinfeksi herpes, operasi sesar bisa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk
melahirkan.
4.
Tips Mencegah Penularan Herpes
Perawatan: Meskipun tidak ada obat untuk genital
herpes, obat-obatan yang tersedia untuk meminimalkan / mengurangi kemungkinan
mengurangi penularan dan keluhan.
Terdapat
tiga obat antivirus untuk perawatan genital herpes : acyclovir (Zovirax
®), valacyclovir (Valtrex ®), dan famciclovir (Famvir ®). Obat antivirus
umumnya diresepkan untuk pasien yang mengalami episode pertama dari herpes
genital, tetapi mereka dapat digunakan untuk episode berulang juga.
Bersifat
terapi digunakan dalam individu dengan berulang genital herpes yang ingin
mencegah terserang kembali.
Pasien yang
mempunyai enam atau lebih serangan per tahun dapat menggunakan obat antivirus
secara berkala, sebelum gejala muncul. Penelitian telah melaporkan bahwa terapi
bersifat dapat mengurangi jumlah serangan sekurang-kurangnya 75% dari pengguna.
Sepenuhnya bersifat terapi mencegah serangan di beberapa pasien.
Efek samping
dari obat antivirus termasuk perut terasa tidak enak, kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan / atau kelemahan.
B. Penyakit CMV Dalam Kehamilan
CMV adalah
virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki
kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi
darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ;
transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada
persalinan pervaginam.
30 – 60%
anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil
50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi
menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat
berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit,
kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi
beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh
jenis strain virus CMV yang berbeda.
1.
Penyebaran
Tidak
ada vektor yang menjadi perantara. Penularan transmisi atau penularan.
Transmisi dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui berbagai
cara. Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi
(viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada
kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. 6 Viremia pada ibu hamil dapat
menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke
fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren
endogen,2,10 yang mungkin akan menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan
jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi daripada
reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta
juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi.
Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang kehamilan, namun infeksi
yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih
berat.
Transmisi
perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu.
Kira-kira 2% – 28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke
sekret serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang
lebih 50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat
terjadi, karena 9% – 88% wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya
melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50% – 60% bayi yang menyusui terinfeksi asimtomatik, bila
selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu
melalui plasenta.8 Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir
prematur atau dengan berat badan lahir rendah.
Transmisi
postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena
terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak
langsung atau tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi
organ.
Penyebaran
endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui desmosom
yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping
itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan
beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel
lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya.
Pada
infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi,
reinfeksi, IgG muncul lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan
mengikat yang lebih baik (avidity), sehingga serokonversi dan IgG
aviditydipakai untuk membedakan infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan
laboratorium yang digunakan ialah ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
atau ELFA (enzyme linked immunofuorescent assay).
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
2.
Diagnosis
Virus dapat
di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh
lain. Tes
serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 –
6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG
meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
Masalah dari
interpretasi tes serologi adalah :
1.
Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama
menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
2.
Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3.
Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya infeksi yang persisten
3.
Dampak Terhadap Kehamilan
CMV adalah
infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup.
Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan
infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko
transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka
sebesar 40 – 50%.
10 – 20%
neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
1.
Hidrop non imune
2.
PJT simetrik
3.
Korioretinitis
4.
Mikrosepali
5.
Kalsifikasi serebral
6.
Hepatosplenomegali
7.
Hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat
menunjukkan gejala :
1.
Retardasi mental
2.
Gangguan visual
3.
Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa
besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
4.
Pencegahan :
Belum
didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu dan
janin yang dikandungnya.
Dapat
diusahakan :
1.
Memberikan penerangan cara hidup yang higienis,
menjauhi kontak dengan cairan yang dikeluarkan oleh penderita CMV : urine,
saliva, semen dlsb.
2.
Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk
berhati-hati dalam memberikan ASI. Bayi prematur imunitasnya masih rendah. ASI
yang mengandung virus CMV, didinginkan sampai –20oC selama beberapa hari dapat
menghilangkan virus. Cara lain pasteurisasi cepat.
3.
Hati-hati pada transfusi, darah harus dari donor
sero-negatif.
4.
Vaksinasi mempunyai harapan dimasa datang
C.
Penyakit Varicella pada Kehamilan
Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal. Merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus.
1. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus.
2. Patofisiologi
Infeksi virus masuk
bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup
kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif
melalui sistem respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem
retikuloendotelial, kemudian akan terjadi virema disertai gejala konstitusi
yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus.
Jalur transmisi
varicella melalui inhalasi/droplet infection, yang dianggap mulai infeksius
sejak 2hari sebelum lesi kulit muncul. Kemungkinan lain penularan terjadi
melalui lesi di kulit. Lesi di kulit dianggap tidak infeksius setelah semua
menjadi krusta, dengan kemungkinan penularan terjadi sampai 10-21 hari
(rata-rata 15 hari, sejak awal muncul lesi kulit).
Tanda awal
varicella mungkin mirip gejala flu, dengan malaise dan demam, diikuti munculnya
lesi kulit yang khas. Pada suatu periode waktu didapatkan lesi berupa makula,
papula, vesikel/pustula, dan krusta, dengan lokasi tersebar/tidak berkelompok.
Penyebarannya :
·
Biasanya
mulai dari badan (dada), menyebar ke wajah dan ekstremitas.
·
Bentuk
makula, papula vesikuladan krusta dapat terjadi pada waktu yang sama.
·
Bila
terjadi infeksi skunder, cairan vesikula yang jernih akan berubah menjadi nanah
lymfodenopati.
3. Tanda Gejala
a)
Pada
penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.
b)
Pada
kasus yang lebih berat, bisa di dapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing.
Berapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang
pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut. Gejalanya mulai timbul dalam
waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.
c)
Kemerahan
pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis.
Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk
secara tidak sengaja. Jika lenting ini tidak dibiarkan maka akan segera
membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak
di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan
pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
Proses ini memakan waktu selama 6-8jam. Selanjutnya akan terbentuk
bintik-bintik dan lepuhan yang baru.
d)
Pada
bayi, misalnya bayi yang usianya belum genap satu tahun akan lebih menderita
pada saat terserang virus ini karena demamnya bisa sangat tinggi. Kulitnya pun
akan bisa terinfeksi bakteri. Mereka belum bisa mengeluarkan apa yang
dirisaukannya kecuali menangis.
4. Efek Samping
1. Pada Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :
1) Persalinan preterm.
2) Ensepalitis
3) Pneumonia
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu
menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi
terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat
dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca
persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21
hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan
dan “self limiting”
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari
sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada
resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah
sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan
pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG
negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.
Imunisasi varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh karena vaksin
terdiri dari virus yang dilemahkan
2. Pada Persalinan
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari
sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada
resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus
diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di
isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.
Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat
persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga
hal ini harus dicegah.
5. Komplikasi
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah
sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan
pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG
negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.
Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada
kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Varisela pada
ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital sedangkan
infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital.
Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster
tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko
terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan
maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini
harus dicegah.
Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan,
sebaiknya :
1. kulit
dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
2. kuku
dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi
3. pakaian
tetap kering dan bersih
4. diberi
obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
5. Isolasi
untuk mencegah penularan
6. diet
bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
7. bila
demam tinggi, kompres dengan air hangat
8. upayakan
agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air
mandi.
9. upayakan
agar vesikel tidak pecah
6. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam
Pada tes
serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA
atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM.
Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan
FAMA – Fluorescent Antibody Membrane Antigen.
Untuk
mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah
mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan system kekebalan), bisa
diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin
varicella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
Pencegahan
varicella, selain dengan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat ditempuh dengan
pemberian vaksinasi atau imunisasi immunoglobulin (IG) anti varicella.
Vaksinasi diberikan untuk mereka yang belum pernah terkena varicella.
Immunoglobulin diberikan setelah tejadi paparan (postexposure), terutama pada
pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir (BBL), dan ibu hamil. Bila
sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral
sesuai indikasi. Anti viral terpilih
adalah acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan 72 jam pertama
sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian terapi anti viral meliputi
status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan trimester ke-3.
Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau
untuk keperluan isolasi.
D.
Penyakit Toxoplasmasis
pada Kehamilan
Infeksi
Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi.
Infeksi
Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan
sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi
organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika
wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelainan
mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
1.
Gejala Toxo
Sekitar 80%
- 90% dari
orang yang terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala. Mereka yang mengalami
gejala biasanya mengalami pembengkakan kelenjar getah bening serviks dan gejala
mirip flu yang hilang dalam beberapa minggu atau bulan tanpa pengobatan.
Organisme ini sebenarnya masih berada di tubuh dalam kondisi laten dan dapat
aktif kembali jika orang tersebut menjadi immunodepressed. Sebagai contoh,
pasien dengan AIDS dapat terkena lesi di otak akibat reaktivasi Toxoplasma.
Pasien kemoterapi dapat terserang pada organ mata, jantung (miokarditis),
paru-paru atau otak ketika parasit menjadi aktif kembali.
Infeksi
bawaan Toxoplasma bisa menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan
kerusakan otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin asimtomatik
sampai beberapa tahun pertama kehidupan atau bahkan sampai dekade kedua atau
ketiga ketika mata (penurunan penglihatan atau kebutaan), telinga
(pendengaran), atau gejala kerusakan otak (kejang, perubahan status mental)
terkena. Toxoplasmosis merupakan penyebab utama retinochoroiditis (peradangan
retina dan koroid mata) di Amerika Serikat.
2.
Pengobatan Toxoplasma
Toxoplasmosis
dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya digunakan dalam
kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang paling
sering digunakan ke pasien, termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin (Daraprim),
sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic. Namun, pasien hamil diobati dengan
spiramisin (Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping obat yang
tercantum di atas. Pasien dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur
hidup untuk menjaga parasit tetap ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan
adalah klindamisin (Cleocin), azitromisin (Zithromax), atau atovakuon (Mepron).
Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi terhadap pirimetamin atau
sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan perawatan medis
individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.
Sayangnya,
pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat menyebabkan efek
samping yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek samping utama adalah
penekanan sumsum tulang (pengobatan leucovorin dapat mengurangi penekanan ini)
dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk sulfadiazin, efek samping bisa
mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini digunakan
pada wanita hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih parah
daripada efek samping obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika
efek samping terjadi.
3.
Pencegahan Toxoplasma
Pencegahan
Toxoplasmosis utamanya adalah untuk menghindari masuknya parasit. Berikut ini
disarankan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terinfeksi Toxoplasmosis:
a.
Benar-benar
memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga mengurangi
kemungkinan Toxoplasma).
b.
Mencuci
tangan dengan benar setelah menyentuh daging mentah.
c.
Cuci buah
dan sayuran sebelum dikonsumsi
d.
Jangan minum
susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.
e.
Beri makan
kucing dengan makanan yang dimasak dengan matang.
f.
Jangan
mengadopsi atau memegang kucing liar.
g.
Jangan
memelihara kucing baru saat hamil.
h.
Wanita hamil
harus memakai sarung tangan saat berkebun, benar-benar mencuci tangan mereka
setelah itu, dan menghindari kontak dengan kotoran kucing, dan sebaiknya
meminta orang lain untuk membersihkan kotak kotoran kucing (bersihkan kotak
kotoran kucing setiap hari).
i.
Taruh kotak
pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.
E. Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan
1.
Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.
2.
Etiologi
Salmonella typhi Batang gram
negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen O
(somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida), antigen H (flagella), antigen V1
dan protein membrane hialin.
3. Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan
minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang
lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan
endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan
setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES
terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak
difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar
ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang
mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi
diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam
remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan
roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi
hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia,
meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
4.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung
pada 3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali
normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil
dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
a. Gangguan pada saluran pencernaan :
a) Halitosis
b) Bibir kering
c) Lidah kotor
berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d) Perut agak kembung.
e) Mual
f) Splenomegali
disertai nyeri pada perabaan
g) Pada permulaan
umumnya terjadi diare
h) Kemudian menjadi
obstipasi
b. Gangguan kesadaran:
a)
Kesadaran menurun ringan sampai berat.
b)
Umumnya apatis
c)
Bradikardi relative
d) Umumnya
tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
e)
Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut,
nyeri seluruh tubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari
5.
Infeksi Typus Abdominalis pada
Kehamilan
Typus abdominalis dalam kehamilan,
dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar
kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam
60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau
tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita
hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di
keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya
karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan
penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis
tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
6. Penanganan dan
Pengobatan
a.
Pengobatan
1) Kloramfenikol
2) Kotrimoksasol
3) Bila terjadi ikterus dan
hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi denganAmpisilin 100 mg/kgBB/hari
selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.2.
b.
Perawatan
1) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari
bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus.
2) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan
perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik
dan dekubitus
3) Isolasi
penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
4) Perawatan
yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah dan
anoreksia dll.
5) Istirahat
selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak,
berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan
selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
6) Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan
tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas.
7) Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang
sesuai.
8) Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari
dai bagi dalam 4dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla
pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain misalnya
penisilin atau kortimoksazol.
9) Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin)
biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi
vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air
susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu
biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui
jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus
buatan.
F. Penyakit
Hepatitis pada Kehamilan
1. Pengertian
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh
beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak
sel-sel organ hati manusia. ( Panduan Lengkap Kebidanan & Keperawatan )
Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan,
diantaranya hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. di Indonesia penderita penyakit
hepatitis umumnya cenderung lebih banyak mengalami banyak golongan hepatitis B
dan hepatitis C. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut
“hepatitis akut” ,hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut
“hepatitis kronik “.
2. Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya
penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab-penyebab
tersebut antara lain :
a.
Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis
B, hepatitis C, hepatitis D,
Hepatitis E, Hepatitis F, hepatitis G.
Hepatitis E, Hepatitis F, hepatitis G.
b.
Non virus ; Komplikasi dari penyakit
lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat kimia, Penyakit autoimun.
Sedangkan
penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai nama virusnya. Di antara
ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan jenis
hepatitis terbanyak yang sering dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih
jarang ditemukan. Para ahli masih memperdebatkan apakah hepatitis F merupakan
jenis hepatitis tersendiri atau tidak.
3.
Gejala
Gejala
dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut :
a.
Selera makan hilang
b.
Rasa tidak enak di perut
c.
Mual sampai muntah
d.
Demam tidak tinggi Kadang-kadang
disertai nyeri sendi
e.
Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan
atas (lokasi hati)
f.
Bagian putih pada mata (sklera) tampak
kuning
g.
Kulit seluruh tubuh tampak kuning
h.
Air seni berwarna coklat
4.
Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan dan janin
a. Pengaruh
hepatitis
virus pada kehamilan
Bila
hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka
gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil.
Meskipun gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala yang timbul
pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis
virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang
lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada
fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan
mortalitas Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak hamil.
Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropic disertai kebutuhan
janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam
acute hepatic necrosis Tampaknya gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik
lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada
kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya
defisiensi protein, ditambah pula meningkatnya kebutuhan protein untuk
pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi
gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya
hepatitis virus, telah
diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara
perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala
hepatitis virus. Diketahui bahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi
perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan kenaikan
faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada
kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated
Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian ini
terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus
pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis
virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.
b.
Pengaruh hepatitis pada janin
Hepatitis
virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera
setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa
cara, yaitu :
a.
Melewati placenta
b.
Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu
pada waktu persalinan
c.
Kontak langsung bayi baru lahir dengan
Ibunya
d.
Melewati Air Susu Ibu, pada masa
laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat
menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat
janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih
banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti,
bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis
antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah
dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat
infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan
pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis.
Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila
infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
5. Pengobatan
Pengobatan
infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan
bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit
mengandung lemak tetapi tinggi
protein dan karbohidrat.
Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila terjadi
penyulit. Perlu diingat pada
hepatitis virus yang aktif
dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena
menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai
periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan
pemeriksaan hepatitis virus anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak
perlu diberi pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.
G.
Penyakit
Infeksi Traktus Urinarius pada
Kehamilan
1. Definisi
Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri
yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih,
segar dan di ambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi
suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini
disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai
gejala, disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan
gejala-gejala yang disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2005).
Infeksi saluran
kencing merupakan komplikasi medik utama pada wanita hamil. Sekitar 15% wanita,
mengalami satu kali serangan akut infeksi saluran kencing selama hidupnya.
Infeksi saluran kencing dapat mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampak yang
ditimbulkan antara lain anemia, hipertensi, kelahiran prematur dan bayi berat
lahir rendah (BBLR).
2. Patofisiologi
Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1.
Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.
2.
Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari
suplay jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar
getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal.
4.
Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua
jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi
dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi
ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan
menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa
terjadi oleh adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui
ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi
tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik
dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa.
Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada
dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan
melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
3. Klasifikasi Infeksi Traktus Urinarius
Klasifikasi
infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)
4. Tanda dan Gejala
·
Uretritis
biasanya memperlihatkan gejala :
1. Mukosa memerah dan
oedema
2. Terdapat cairan eksudat
yang purulent
3. Ada ulserasi pada
urethra
4. Adanya rasa gatal
yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal
miksi
7. Nyeri pada saat
miksi
8. Kesulitan untuk
memulai miksi
9. Nyeri pada abdomen
bagian bawah.
10. Kebutuhan
untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya
11. sakit punggung,
menggigil
Sistitis
biasanya memperlihatkan gejala :
1. Disuria (nyeri waktu
berkemih)
2. Peningkatan
frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin
berkemih
4. Adanya sel-sel darah
putih dalam urin
5. Nyeri punggung bawah
atau suprapubic
6. Demam yang disertai
adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
·
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1.
Demam
2.
Menggigil
3.
Nyeri pinggang
4.
Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran
mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan
akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Komplikasi Infeksi
Traktus Urinarius
ISK dapat menyebabkan infeksi ginjal, dan
pembentukan abses ginjal atau perirenal. Infeksi ginjal dapat menyebabkan
awal persalinan dan berat badan lahir rendah.
6. Efek Samping pada
Kehamilan, persalinan
Beberapa
pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Terjadi insiden
kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat dan peningkatan insiden bayi
berat lahir rendah ( BBLR )
2. Terdapat
peningkatan insiden anemia dan hipertensi kehamilan
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
a) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk
penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10
eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.
Bakteriologis
a) Mikroskopis
b) Biakan bakteri
3.
Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.
Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
8. Pengobatan
Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian
terapi antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik.
Nama Obat
|
Dosis
|
Angka keberhasilan
|
Amoxilain+asam klavulanat
|
3x500
mg/hari
|
92%
|
Amoxilin
|
4x250 mg/
hari
|
80%
|
Nitropurantoin
|
4x50-100mg/hari
|
72 %
|
Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuruia asimptomatik biasanya
diberikan untuk jangka 5-7 hari secara oral. Sebagai kontrol hasil pengobatan
dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik air kemih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus
herper ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa
diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap
dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau
dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa kehamilan
dan kelahiran.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari
famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan
melalui berbagai cara tranfusi
darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur
Varicella merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus varisella sozter, biasanya sering terjadi pada anak-anak dan sangat jarang dijumpai
dalam kehamilan dan nifas. Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit
ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat
menyebabkan partus prematurus, atau kematian janin.
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh
parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Jika
wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini
mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi
keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih
besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi
seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi
seperti hepatitis virus.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih
adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun
bakteriuria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai
saluran bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang kaliks, pelvis, dan
parenkin ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan
telah sangat menghawatirkan dan perlu penanganan yang serius. Penyakit infeksi dalam kehamilan
sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang dan kondisi kesehatan
reproduksi. Penanggulangan
Penyakit infeksi dalam kehamilan dapat lebih efektif dengan dilakukannya upaya
pencegahan dengan pemeriksaan khusus sedini mungkin sebelum terlambat.
B. Saran
1.
Bagi ibu yang sedang hamil
a)
Sebaiknya selama
masa kehamilan selalu menjaga daya tahan tubuh atau stamina
sehingga tidak rentan terserang berbagai penyakit.
b)
Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama
pada bagian Genital (alat kelamin), karena hal itu dapat mencegah timbulnya
jamur atau virus pada bagian genital yang dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti Herpes Genitalis dan varicella.
c)
Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan
berkurang, demam, terdapat ruam pada bagian tubuh, dan terasa
gatal ibu harus segera datang ketenaga kesehatan untuk mendapatkan
pengobataan.
2. Bagi petugas kesehatan agar senantiasa
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk menurunkan angka mortalitas
dan morbiditas Ibu dan anak. Serta dapat memberikan penyuluhan dengan
penekanan pada aspek perubahan perilaku.
3. Bagi teman teman agar belajar yang rajin
agar kelak bisa menangani pasien dengan professional
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
http://ayufatmawatianterior.blogspot.com/2013/05/makalah-herpes-dan-varicella-pada-ibu.html
diunduh pada hari Jumat, 13 Desember
2013 pkl: 10.10 WIB
http://blog-bidanrika.blogspot.com/2012/03/cmv-dalam-kehamilan.html diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013
pkl: 10.10 WIB
http://www.info-kes.com/2013/05/penyakit-toxoplasmosis-toxo.html
diunduh pada hari Jumat, 13 Desember
2013 pkl: 10.25 WIB
http://yhani21june.blogspot.com/2013/05/makalah-dan-asuhan-kebidanan-typus_5.html diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013
pkl: 10.45 WIB
http://masalahkebidanan.blogspot.com/2013/04/makalah-hepatitis-dalam-kehamilan-askeb.html diunduh
pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 11.00 WIB