Jumat, 29 Mei 2015

Penyakit Yang Menyertai Kehamilan Dan Persalinan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama masa kehamilan, daya tahan seseorang cenderung mengalami penurunan. Akibatnya, rentan terserang berbagai penyakit. Bahkan infeksi ringan , terkadang sulit untuk dihindari. Padahal, selama kehamilan seorang calon ibu dituntut untuk menjaga stamina agar tetap prima.
Sekalipun infeksi yang dialami oleh ibu hamil tidak selalu berpengaruh terhadap janin, namun ceritanya akan lain bila terinfeksi virus herpes dan  virus varisella Penyakit ini termasuk TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks) dan varisella zoster . Kelima  penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakaan janin.Seorang ibu hamil hendaknya mewaspadai terhadap serangan virus herpes dan virus varisella zoster,  sebab infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual ini, bila mengenai janin akan mengakibatkan kematian.
Untuk mencegah agar bayi yang sistem kekebalannya masih sangat lemah, seorang Dokter akan memberikan saran agar ibu hamil yang terindikasi virus herpes, melahirkan secara caesar. Persalinan caesar memungkinkan bayi tidak perlu melewati saluran persalinan yang menjadi persemaian berbagai virus.
Penyakit herpes muncul dalam bentuk gelembung atau lepuh-lepuh pada permukaan kulit, disertai rasa sakit. Berdasarkan bagian tubuh yang diserang, dapat dibedakan sebagai herpes genitalis, herpes gestationis, herpes simpleks dan herpes zoster.
 Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4% – 2%.

B. Rumusan Masalah
1.      Apakah jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan?
2.      Apa pengertian dari setiap penyakit tersebut?
3.      Apa penyebab dari setiap penyakit tersebut?
4.      Bagaimana tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut?
5.      Bagaimana pencegahan dari setiap penyakit tersebut?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2.      Untuk mengetahui penyebab dari setiap penyakit tersebut
3.      Untuk memahami tanda dan gejala dari setiap penyakit tersebut
4.      Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya dari setiap penyakit tersebut
D. Manfaat
Manfaat  yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah :
1)  Untuk memberikan gambaran tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan
2)  Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan memperdalam pemahaman tentang jenis-jenis penyakit yang menyertai kehamilan.

BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit Yang Menyertai Kehamilan Dan Persalinan
A.    Penyakit Herpes pada Kehamilan
Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Penyakit herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan cara merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf.
Herpes masuk dalam kelompok penyakit TORCH. TORCH merupakan sebutan atau akronim dari kelompok penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan janin, terdiri dari:
1. Toxoplasmosis
2. Other (seperti syphilis, varicella, mumps, parvovirus dan HIV)
3. Rubella
4. Cytomegalovirus
5. Herpes simpleks
1.      Tipe Herpes Simplex dan Penularannya
     Pada pengkajian lebih lanjut, sebagaimana dilansir NYTimes.com, penyakit herpes dibagi menjadi dua tipe yakni Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan Herpes Simplex Tipe 2 (HSV-2).
     HSV-1 menyerang mulut dan bibir, berupa cold sore yakni semacam lepuhan-lepuhan kecil yang kadang nampak seperti jerawat dengan warna kemerahan. Herpes tipe ini bisa ditularkan dari organ genital ke mulut melalui hubungan seks oral (lewat mulut).
     HSV-2 menyerang organ genital. Penularannya juga terjadi terjadi lewat kontak kulit antar organ genital maupun dari organ genital ke mulut melalui seks oral. Penularan ini karena dalam seks oral maupun intercourse (memasukkan Mr. P ke Mrs. V) terjadi pertukaran cairan.
     Jika seseorang terinfeksi virus herpes, akan dengan mudah menularkan penyakit ini ke siapapun yang menjalin kontak dengannya.
2.      Penyakit herpes genitalis
Gejala herpes berbeda antara satu penderita dengan yang lainnya. Pasalnya, penyakit ini tidak selalu terekspresi, dalam artian adakalanya virus aktif adakalanya tidak. Seseorang yang pernah terinfeksi umumnya tubuh akan selamanya menyimpan virus ini dan sewaktu-waktu bisa saja kambuh.
Gejala herpes genitalis sebagaimana dilansir mayoclinic.com:
1). Gejala herpes genital pada pria akan muncul gelembung kecil sepertu bisul yang kemudian pecah lalu menjadi koreng. Luka tersebut muncul di organ genital dan sekitarnya seperti penis, skortum, paha, anus, pantat, kandung kemih, hingga saluran kencing.
2) Gejala herpes genital pada wanita akan muncul bentuk luka sama seperti pada pria. Pada wanita juga menyerang organ genital dan sekitarnya seperti vagina, pantat, paha, anus, hingga leher rahim.
3.      Pengaruh virus herpes pada kehamilan dan cara aman melahirkan
Ibu hamil yang terinfeksi virus herpes pada minggu-minggu awal bisa mengalami keguguran. Pun misalkan tidak sampai terjadi keguguran dan bayi bisa diselamatkan, umumnya tetap berbahaya bagi janin karena infeksi virus herpes dapat menyebabkan cacat sistem syaraf dan penglihatan.
Jika ibu terinfeksi HSV-2 di bulan-bulan akhir kehamilan, meski janin diketahui sehat, baiknya hindari melahirkan secara normal.  Sebagaimana dijelaskan bahwa HSV-2 menyerang organ genital. Saat bayi lahir secara normal, kulit bayi bersinggungan dengan kulit vagina ibu sehingga beresiko tertular herpes.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melahirkan dengan operasi sesar sehingga bayi tidak perlu bersentuhan dengan organ genital ibu yang sudah terinfeksi.
Cara ini sudah umum dilakukan di negara-negara maju. Jadi jika terlanjur terinfeksi herpes, operasi sesar bisa menjadi salah satu pilihan terbaik untuk melahirkan.
4.      Tips Mencegah Penularan Herpes
Perawatan: Meskipun tidak ada obat untuk genital herpes, obat-obatan yang tersedia untuk meminimalkan / mengurangi kemungkinan mengurangi penularan dan keluhan.
Terdapat tiga obat antivirus untuk perawatan genital herpes : acyclovir (Zovirax ®), valacyclovir (Valtrex ®), dan famciclovir (Famvir ®). Obat antivirus umumnya diresepkan untuk pasien yang mengalami episode pertama dari herpes genital, tetapi mereka dapat digunakan untuk episode berulang juga.
Bersifat terapi digunakan dalam individu dengan berulang genital herpes yang ingin mencegah terserang kembali.
Pasien yang mempunyai enam atau lebih serangan per tahun dapat menggunakan obat antivirus secara berkala, sebelum gejala muncul. Penelitian telah melaporkan bahwa terapi bersifat dapat mengurangi jumlah serangan sekurang-kurangnya 75% dari pengguna. Sepenuhnya bersifat terapi mencegah serangan di beberapa pasien.
Efek samping dari obat antivirus termasuk perut terasa tidak enak, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan / atau kelemahan.

B.     Penyakit CMV Dalam Kehamilan
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
1.      Penyebaran
Tidak ada vektor yang menjadi perantara. Penularan transmisi atau penularan. Transmisi dari satu individu ke individu lain dapat terjadi melalui berbagai cara. Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5 – 1% dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. 6 Viremia pada ibu hamil dapat menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus baik pada infeksi primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,2,10 yang mungkin akan menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi sebelum konsepsi. Infeksi  transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan menimbulkan penyakit yang lebih berat.
Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu. Kira-kira 2% – 28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke sekret serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih 50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9% – 88% wanita seropositif yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke ASI. Kurang lebih 50% – 60% bayi yang menyusui terinfeksi asimtomatik, bila selama kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui plasenta.8 Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah.
Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ.
Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di samping itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel lain yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya.
Pada infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi, reinfeksi, IgG muncul lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan mengikat yang lebih baik (avidity), sehingga serokonversi dan IgG aviditydipakai untuk membedakan infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan laboratorium yang digunakan ialah ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) atau ELFA (enzyme linked immunofuorescent assay).
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
2.      Diagnosis
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :
1.      Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
2.      Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3.      Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
3.      Dampak Terhadap Kehamilan
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.
10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :
1.      Hidrop non imune
2.      PJT simetrik
3.      Korioretinitis
4.      Mikrosepali
5.      Kalsifikasi serebral
6.      Hepatosplenomegali
7.      Hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala :
1.      Retardasi mental
2.      Gangguan visual
3.      Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
4.      Pencegahan :
Belum didapatkan obat yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi CMV pada ibu dan janin yang dikandungnya.
Dapat diusahakan :
1.      Memberikan penerangan cara hidup yang higienis, menjauhi kontak dengan cairan yang dikeluarkan oleh penderita CMV : urine, saliva, semen dlsb.
2.      Bagi ibu, terutama yang melahirkan bayi prematur untuk berhati-hati dalam memberikan ASI. Bayi prematur imunitasnya masih rendah. ASI yang mengandung virus CMV, didinginkan sampai –20oC selama beberapa hari dapat menghilangkan virus. Cara lain pasteurisasi cepat.
3.      Hati-hati pada transfusi, darah harus dari donor sero-negatif.
4.      Vaksinasi mempunyai harapan dimasa datang

C.    Penyakit Varicella pada Kehamilan

Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal. Merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster. 

Varicella merupakan penyakit anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.  Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus. 

1.      Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.

Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus.

2.      Patofisiologi

Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui sistem respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian akan terjadi virema disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus.
Jalur transmisi varicella melalui inhalasi/droplet infection, yang dianggap mulai infeksius sejak 2hari sebelum lesi kulit muncul. Kemungkinan lain penularan terjadi melalui lesi di kulit. Lesi di kulit dianggap tidak infeksius setelah semua menjadi krusta, dengan kemungkinan penularan terjadi sampai 10-21 hari (rata-rata 15 hari, sejak awal muncul lesi kulit).
Tanda awal varicella mungkin mirip gejala flu, dengan malaise dan demam, diikuti munculnya lesi kulit yang khas. Pada suatu periode waktu didapatkan lesi berupa makula, papula, vesikel/pustula, dan krusta, dengan lokasi tersebar/tidak berkelompok.
Penyebarannya :
·         Biasanya mulai dari badan (dada), menyebar ke wajah dan ekstremitas.
·         Bentuk makula, papula vesikuladan krusta dapat terjadi pada waktu yang sama.
·         Bila terjadi infeksi skunder, cairan vesikula yang jernih akan berubah menjadi nanah lymfodenopati.

3.      Tanda Gejala

a)      Pada penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus.
b)      Pada kasus yang lebih berat, bisa di dapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Berapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut. Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.
c)      Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk secara tidak sengaja. Jika lenting ini tidak dibiarkan maka akan segera membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Proses ini memakan waktu selama 6-8jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru.
d)     Pada bayi, misalnya bayi yang usianya belum genap satu tahun akan lebih menderita pada saat terserang virus ini karena demamnya bisa sangat tinggi. Kulitnya pun akan bisa terinfeksi bakteri. Mereka belum bisa mengeluarkan apa yang dirisaukannya kecuali menangis.

4.      Efek Samping

1.      Pada Kehamilan

5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan

Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :

1)      Persalinan preterm.
2)      Ensepalitis
3)      Pneumonia
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting”
Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakuykan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan

2.      Pada Persalinan

Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.
Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.

5.      Komplikasi

Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan.
Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital.
Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah.
Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan, sebaiknya :
1.      kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
2.      kuku dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi
3.      pakaian tetap kering dan bersih
4.      diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
5.      Isolasi untuk mencegah penularan
6.      diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
7.      bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
8.      upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
9.      upayakan agar vesikel tidak pecah

6.      Diagnosis

Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam

Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA – Fluorescent Antibody Membrane Antigen.
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin. Kepada orang yang belum pernah mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan system kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varicella biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
Pencegahan varicella, selain dengan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat ditempuh dengan pemberian vaksinasi atau imunisasi immunoglobulin (IG) anti varicella. Vaksinasi diberikan untuk mereka yang belum pernah terkena varicella. Immunoglobulin diberikan setelah tejadi paparan (postexposure), terutama pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir (BBL), dan ibu hamil. Bila sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan trimester ke-3. Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk keperluan isolasi.

D.    Penyakit Toxoplasmasis pada Kehamilan
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesi
fik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
1.      Gejala Toxo
Sekitar 80% - 90% dari orang yang terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukkan gejala. Mereka yang mengalami gejala biasanya mengalami pembengkakan kelenjar getah bening serviks dan gejala mirip flu yang hilang dalam beberapa minggu atau bulan tanpa pengobatan. Organisme ini sebenarnya masih berada di tubuh dalam kondisi laten dan dapat aktif kembali jika orang tersebut menjadi immunodepressed. Sebagai contoh, pasien dengan AIDS dapat terkena lesi di otak akibat reaktivasi Toxoplasma. Pasien kemoterapi dapat terserang pada organ mata, jantung (miokarditis), paru-paru atau otak ketika parasit menjadi aktif kembali.
Infeksi bawaan Toxoplasma bisa menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan kerusakan otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin asimtomatik sampai beberapa tahun pertama kehidupan atau bahkan sampai dekade kedua atau ketiga ketika mata (penurunan penglihatan atau kebutaan), telinga (pendengaran), atau gejala kerusakan otak (kejang, perubahan status mental) terkena. Toxoplasmosis merupakan penyebab utama retinochoroiditis (peradangan retina dan koroid mata) di Amerika Serikat.
2.      Pengobatan Toxoplasma
Toxoplasmosis dapat ditangani secara medis. Ada beberapa obat, biasanya digunakan dalam kombinasi, untuk mengobati infeksi oleh parasit ini. Tiga obat yang paling sering digunakan ke pasien, termasuk orang dengan HIV adalah pirimetamin (Daraprim), sulfadiazin (Microsulfon), dan asam folinic. Namun, pasien hamil diobati dengan spiramisin (Rovamycine) dan leucovorin (Wellcovorin) di samping obat yang tercantum di atas. Pasien dengan HIV biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menjaga parasit tetap ditekan. Obat lain kadang-kadang digunakan adalah klindamisin (Cleocin), azitromisin (Zithromax), atau atovakuon (Mepron). Obat ini digunakan terutama ketika pasien alergi terhadap pirimetamin atau sulfadiazin. Dosis bervariasi, cara terbaik untuk menentukan perawatan medis individu adalah didasarkan pada situasi kesehatan pasien.
Sayangnya, pirimetamin (Daraprim) dan sulfadiazin (Microsulfon) dapat menyebabkan efek samping yang signifikan, terutama pada janin. Dua dari efek samping utama adalah penekanan sumsum tulang (pengobatan leucovorin dapat mengurangi penekanan ini) dan toksisitas hati untuk pirimetamin. Untuk sulfadiazin, efek samping bisa mual, muntah, toksisitas hati, kejang, dan gejala lainnya. Obat ini digunakan pada wanita hamil karena risiko infeksi oleh Toxoplasma biasanya lebih parah daripada efek samping obat. Dokter yang merawat harus diberitahu cepat jika efek samping terjadi.
3.      Pencegahan Toxoplasma
Pencegahan Toxoplasmosis utamanya adalah untuk menghindari masuknya parasit. Berikut ini disarankan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan terinfeksi Toxoplasmosis:
a.       Benar-benar memasak semua daging (daging beku selama beberapa hari juga mengurangi kemungkinan Toxoplasma).
b.      Mencuci tangan dengan benar setelah menyentuh daging mentah.
c.       Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi
d.      Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi atau minum air mentah.
e.       Beri makan kucing dengan makanan yang dimasak dengan matang.
f.       Jangan mengadopsi atau memegang kucing liar.
g.      Jangan memelihara kucing baru saat hamil.
h.      Wanita hamil harus memakai sarung tangan saat berkebun, benar-benar mencuci tangan mereka setelah itu, dan menghindari kontak dengan kotoran kucing, dan sebaiknya meminta orang lain untuk membersihkan kotak kotoran kucing (bersihkan kotak kotoran kucing setiap hari).
i.        Taruh kotak pasir kotoran kucing di luar ruangan saat tidak digunakan.

E.     Penyakit Typus abdominalis pada Kehamilan
1.      Definisi
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.
2.        Etiologi
Salmonella typhi Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida), antigen H (flagella), antigen V1 dan protein membrane hialin.
3.      Patofisiologi
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
4.       Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
a.       Gangguan pada saluran pencernaan :
a)      Halitosis
b)      Bibir kering
c)      Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d)     Perut agak kembung.
e)      Mual
f)       Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
g)      Pada permulaan umumnya terjadi diare
h)      Kemudian menjadi obstipasi
b.      Gangguan kesadaran:
a)      Kesadaran menurun ringan sampai berat.
b)      Umumnya apatis
c)      Bradikardi relative
d)     Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
e)      Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari
5.      Infeksi Typus Abdominalis pada Kehamilan
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.
6.      Penanganan dan Pengobatan
a.       Pengobatan
1)      Kloramfenikol
2)      Kotrimoksasol
3)      Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi denganAmpisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.2.
b.      Perawatan
1)   Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
2)   Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus
3)    Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta.
4)    Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama, lemah dan anoreksia dll.
5)    Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
6)    Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas.
7)    Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
8)    Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain misalnya penisilin atau kortimoksazol.
9)    Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.

F.     Penyakit Hepatitis pada Kehamilan
1.    Pengertian
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. ( Panduan Lengkap Kebidanan & Keperawatan )
Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. di Indonesia penderita penyakit hepatitis umumnya cenderung lebih banyak mengalami banyak golongan hepatitis B dan hepatitis C. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut “hepatitis akut” ,hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis kronik “.
2.    Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain :
a.            Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
Hepatitis E, Hepatitis F, hepatitis G.
b.           Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat kimia, Penyakit autoimun.
Sedangkan penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai nama virusnya. Di antara ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan jenis hepatitis terbanyak yang sering dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli masih memperdebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis tersendiri atau tidak.
3.    Gejala
Gejala dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut  :
a.        Selera makan hilang
b.        Rasa tidak enak di perut
c.        Mual sampai muntah
d.       Demam tidak tinggi Kadang-kadang disertai nyeri sendi
e.        Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)
f.         Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning
g.        Kulit seluruh tubuh tampak kuning
h.        Air seni berwarna coklat
4.     Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan dan janin
a.    Pengaruh hepatitis virus pada kehamilan
Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita tidak hamil. Meskipun gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropic disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis Tampaknya gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus, telah diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus. Diketahui bahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan kenaikan faktor-faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi DIC (Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitian ini terbukti bahwa DIC tidak berperan dalam meningkatkan beratnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitis virus yang fulminant, barulah DIC mempunyai arti.
b.    Pengaruh hepatitis pada janin
Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
a.        Melewati placenta
b.        Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
c.        Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
d.       Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
5.   Pengobatan
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein dan karbohidrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

G.    Penyakit Infeksi Traktus Urinarius pada Kehamilan
1. Definisi
Infeksi Traktus Urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml. urine yang diperiksa harus bersih, segar dan di ambil dari aliran tengah (midstream) atau diambil dengan pungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini disebut dengan istilah bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai gejala, disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala yang disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2005).
Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medik utama pada wanita hamil. Sekitar 15% wanita, mengalami satu kali serangan akut infeksi saluran kencing selama hidupnya. Infeksi saluran kencing dapat mempengaruhi keadaan ibu dan janin, dampak yang ditimbulkan antara lain anemia, hipertensi, kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
3.  Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
3. Klasifikasi Infeksi Traktus Urinarius
        Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
              1.      Kandung kemih (sistitis)
              2.      Uretra (uretritis)
              3.      Prostat (prostatitis)
              4.      Ginjal (pielonefritis)
4. Tanda dan Gejala
·         Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Mukosa memerah dan oedema
2. Terdapat cairan eksudat yang purulent
3. Ada ulserasi pada urethra
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik
5. Good morning sign
6. Adanya nanah awal miksi
7. Nyeri pada saat miksi
8. Kesulitan untuk memulai miksi
9. Nyeri pada abdomen bagian bawah.
10.  Kebutuhan untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya
11. sakit punggung, menggigil
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1. Disuria (nyeri waktu berkemih)
2. Peningkatan frekuensi berkemih
3. Perasaan ingin berkemih
4. Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5. Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6. Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
·         Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
1. Demam
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
5. Komplikasi Infeksi Traktus Urinarius
ISK dapat menyebabkan infeksi ginjal, dan pembentukan abses ginjal atau  perirenal. Infeksi ginjal dapat menyebabkan awal persalinan dan berat badan lahir rendah.
6. Efek Samping pada Kehamilan, persalinan
       Beberapa pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1.      Terjadi insiden kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat dan peningkatan insiden bayi berat lahir rendah ( BBLR )
2.      Terdapat peningkatan insiden anemia dan hipertensi kehamilan
7. Pemeriksaan Diagnostik
      1. Urinalisis
a)      Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b)      Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2.    Bakteriologis
a)      Mikroskopis
b)      Biakan bakteri
3.    Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.    Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai  criteria utama adanya infeksi.
 8. Pengobatan
Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika. Beberapa kajian terapi antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik.
Nama Obat
Dosis
Angka keberhasilan
Amoxilain+asam klavulanat
3x500 mg/hari
92%
Amoxilin
4x250 mg/ hari
80%
Nitropurantoin
4x50-100mg/hari
72 %
Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuruia asimptomatik biasanya diberikan untuk jangka 5-7 hari secara oral. Sebagai kontrol hasil pengobatan dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik air kemih.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. Virus herper ini tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat diobati. Obat yang biasa diberikan untuk genital herpes adalah Acyclovir. Karena cara kerjanya menetap dalam system saraf tubuh, virus tersebut tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan selama-lamanya. Herpes dapat juga ditularkan selama masa kehamilan dan kelahiran.
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisella sozter, biasanya sering terjadi pada   anak-anak dan sangat jarang dijumpai dalam kehamilan dan nifas.  Walaupun umumnya cacar air itu suatu penyakit ringan, namun pada wanita hamil kadang-kadang bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan partus prematurus, atau kematian janin.
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
Infeksi traktus urinalis atau infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkin ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.
Bahwa penyebaran penyakit infeksi dalam kehamilan telah sangat menghawatirkan dan perlu penanganan yang serius. Penyakit infeksi dalam kehamilan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang dan kondisi kesehatan reproduksi. Penanggulangan Penyakit infeksi dalam kehamilan dapat lebih efektif dengan dilakukannya upaya pencegahan dengan pemeriksaan khusus sedini mungkin sebelum terlambat.
B.     Saran
1.      Bagi ibu yang sedang hamil
a)      Sebaiknya selama masa kehamilan selalu  menjaga daya tahan tubuh atau stamina  sehingga tidak rentan terserang berbagai penyakit. 
b)      Diharapkan agar lebih menjaga kebersihan diri terutama pada bagian Genital (alat kelamin), karena hal itu dapat mencegah timbulnya jamur atau virus pada bagian genital yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti Herpes Genitalis dan varicella.
c)      Jika ibu mengalami gejala – gejala seperti nafsu makan berkurang, demam, terdapat ruam pada bagian tubuh, dan terasa gatal  ibu harus segera datang ketenaga kesehatan untuk mendapatkan pengobataan.
2.    Bagi petugas kesehatan agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas Ibu dan anak. Serta dapat memberikan penyuluhan dengan penekanan pada aspek perubahan perilaku.
3.    Bagi teman teman agar belajar yang rajin agar kelak bisa menangani pasien dengan professional

DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
http://ayufatmawatianterior.blogspot.com/2013/05/makalah-herpes-dan-varicella-pada-ibu.html   diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.10 WIB
http://blog-bidanrika.blogspot.com/2012/03/cmv-dalam-kehamilan.html      diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.10 WIB
http://www.info-kes.com/2013/05/penyakit-toxoplasmosis-toxo.html    diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.25 WIB
http://yhani21june.blogspot.com/2013/05/makalah-dan-asuhan-kebidanan-typus_5.html     diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 10.45 WIB
http://masalahkebidanan.blogspot.com/2013/04/makalah-hepatitis-dalam-kehamilan-askeb.html       diunduh pada hari Jumat, 13 Desember 2013 pkl: 11.00 WIB